Fenomena jurnal predator berawal dari semakin meningkatnya kebutuhan publikasi ilmiah di berbagai bidang akademik. Di banyak negara, termasuk Indonesia, publikasi ilmiah sering menjadi syarat utama untuk kenaikan pangkat dosen, kelulusan mahasiswa, hingga pengakuan dalam komunitas akademik. Tekanan tersebut akhirnya melahirkan ruang bagi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan secara instan melalui penerbitan jurnal tanpa memperhatikan kualitas dan etika.
Salah satu karakteristik utama dari jurnal predator adalah absennya peran editor yang berfungsi sebagai penjaga mutu artikel. Dalam sistem publikasi yang sehat, editor bertugas menyeleksi naskah, memberikan masukan, serta memastikan bahwa artikel memenuhi standar ilmiah. Namun, dalam jurnal predator tanpa editor, proses tersebut diabaikan. Artikel apa pun bisa diterima selama penulis membayar biaya publikasi yang diminta. Akibatnya, kualitas tulisan yang terbit sering kali rendah, tidak relevan, bahkan bisa menyesatkan.
Munculnya jurnal predator juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi digital yang memudahkan siapa pun membuat situs penerbitan. Dengan modal website sederhana, pihak tidak bertanggung jawab dapat mendirikan jurnal online yang seolah profesional. Mereka meniru tampilan jurnal bereputasi, melampirkan ISSN, bahkan mencantumkan daftar editor fiktif yang sebenarnya tidak pernah bekerja dalam proses editorial. Hal ini membuat banyak peneliti, khususnya yang belum berpengalaman, tertipu dan menganggap jurnal tersebut kredibel.
Faktor lain yang memperparah fenomena ini adalah lemahnya kesadaran peneliti terhadap standar publikasi ilmiah. Tidak semua penulis memahami pentingnya peer review, sistem indexing, maupun kredibilitas penerbit. Bagi sebagian orang, yang terpenting adalah bisa mempublikasikan artikel dengan cepat dan mudah. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh jurnal predator. Dengan menawarkan janji publikasi cepat dan biaya tertentu, banyak penulis akhirnya terjebak tanpa menyadari konsekuensinya.
Dengan latar belakang tersebut, jelas bahwa jurnal predator tanpa editor bukan sekadar masalah individu, melainkan fenomena global yang membutuhkan perhatian serius. Jika tidak diatasi, keberadaannya dapat menggerogoti integritas ilmu pengetahuan dan merugikan banyak pihak, baik peneliti maupun masyarakat luas.
Baca Juga : Jurnal Predator Tanpa Review: Ancaman bagi Akademisi, Kualitas Ilmiah, Integritas Penelitian, dan Strategi Menghadapinya dalam Dunia Pendidikan Tinggi
Dampak Jurnal Predator terhadap Dunia Akademik
Dampak paling nyata dari jurnal predator tanpa editor adalah menurunnya kualitas publikasi ilmiah. Artikel yang diterbitkan tanpa melalui proses seleksi dan penyuntingan yang ketat berpotensi memuat data keliru, analisis yang dangkal, bahkan plagiat. Ketika publikasi seperti ini beredar luas, masyarakat akademik maupun pembuat kebijakan bisa tertipu oleh informasi yang tidak valid. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap penelitian.
Dampak lain adalah merugikan peneliti yang sebenarnya memiliki niat baik untuk mempublikasikan hasil risetnya. Banyak peneliti pemula atau mahasiswa yang tidak menyadari bahwa jurnal yang mereka pilih adalah predator. Setelah artikel mereka terbit, baru disadari bahwa publikasi tersebut tidak diakui secara resmi oleh lembaga pendidikan atau instansi penilai. Akibatnya, usaha, biaya, dan waktu yang telah dicurahkan menjadi sia-sia.
Lebih jauh lagi, jurnal predator tanpa editor juga merusak sistem penilaian akademik. Dalam banyak institusi, jumlah publikasi masih dijadikan tolok ukur prestasi tanpa memperhatikan kualitas. Hal ini mendorong sebagian orang untuk mengejar kuantitas publikasi melalui jalur predator. Jika dibiarkan, sistem akademik bisa penuh dengan karya-karya yang tidak bermutu, sehingga mengaburkan batas antara penelitian yang kredibel dan yang palsu.
Selain itu, dampak psikologis juga tidak bisa diabaikan. Peneliti yang sadar telah terjebak dalam jurnal predator sering merasa malu, kehilangan kepercayaan diri, bahkan enggan kembali mempublikasikan karya mereka. Hal ini tentu merugikan perkembangan karier akademik. Bagi mahasiswa, pengalaman buruk ini bisa menjadi trauma yang memengaruhi semangat mereka dalam melakukan penelitian.
Dalam jangka panjang, dampak jurnal predator terhadap dunia akademik sangat serius. Ia tidak hanya merusak reputasi peneliti individu, tetapi juga menggerogoti kredibilitas institusi pendidikan. Jika publikasi predator terus berkembang, maka kualitas ilmu pengetahuan yang dihasilkan akan menurun, dan masyarakat akan semakin sulit membedakan mana penelitian yang dapat dipercaya dan mana yang menyesatkan.
Ciri-Ciri Jurnal Predator Tanpa Editor
Agar tidak terjebak, peneliti perlu mengenali ciri-ciri jurnal predator tanpa editor. Berikut penjelasannya:
Jurnal predator biasanya menjanjikan proses publikasi yang sangat cepat, bahkan hanya dalam hitungan hari. Padahal, jurnal bereputasi membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan karena harus melalui proses review dan editing.
Biaya publikasi yang diminta sering kali tidak masuk akal. Mereka bisa meminta biaya tinggi tanpa transparansi atau justru biaya sangat rendah untuk menarik perhatian penulis.
Website jurnal predator sering terlihat tidak profesional. Terdapat banyak kesalahan tata bahasa, informasi editor yang tidak jelas, dan tampilan yang seadanya meskipun berusaha meniru jurnal asli.
Tidak adanya informasi jelas tentang dewan editor atau reviewer. Bahkan, banyak yang mencantumkan nama-nama fiktif atau mencatut identitas akademisi tanpa izin.
Jurnal predator jarang terindeks di database bereputasi seperti Scopus, Web of Science, atau DOAJ. Mereka biasanya hanya menggunakan indexing palsu atau yang tidak diakui secara internasional.
Mereka sering mengirim email undangan publikasi secara massal kepada peneliti dengan bahasa yang berlebihan dan tidak profesional.
Strategi Menghindari Jurnal Predator
Untuk menghindari jebakan jurnal predator tanpa editor, peneliti perlu melakukan langkah-langkah berikut:
Lakukan pengecekan kredibilitas jurnal di database resmi seperti Scopus, Web of Science, atau DOAJ sebelum mengirim artikel.
Perhatikan proses peer review yang ditawarkan. Jurnal bereputasi pasti menjelaskan secara detail alur review dan estimasi waktunya.
Cermati website jurnal. Jika banyak kesalahan ejaan, informasi editor meragukan, atau tampilan terlalu sederhana, kemungkinan besar jurnal tersebut predator.
Jangan tergiur dengan janji publikasi cepat. Publikasi ilmiah yang benar membutuhkan proses panjang demi menjaga kualitas.
Bergabunglah dengan komunitas akademik atau forum peneliti. Dengan berdiskusi, peneliti bisa mendapatkan informasi terkini tentang jurnal predator yang perlu dihindari.
Mintalah saran dari dosen pembimbing atau rekan sejawat sebelum memutuskan mengirim artikel ke jurnal tertentu.
Gunakan panduan dari lembaga resmi seperti Kemenristek/BRIN atau universitas yang sering merilis daftar jurnal terindeks terpercaya.

Tanggung Jawab Peneliti dalam Menjaga Etika Publikasi
Meskipun jurnal predator tanpa editor merupakan ancaman serius, tanggung jawab terbesar tetap ada pada peneliti. Setiap individu yang berkecimpung dalam dunia akademik harus memiliki integritas dalam memilih tempat publikasi. Tidak seharusnya peneliti hanya mengejar kuantitas publikasi tanpa memperhatikan kualitas.
Selain itu, peneliti juga harus aktif mengedukasi rekan sejawat, mahasiswa, dan komunitas akademik tentang bahaya jurnal predator. Dengan berbagi pengalaman, risiko terjebak dapat diminimalisasi. Semakin banyak orang yang sadar, semakin kecil ruang gerak jurnal predator untuk menipu.
Lebih jauh lagi, peneliti harus ikut berkontribusi dalam membangun budaya akademik yang sehat. Hal ini bisa dilakukan dengan berpartisipasi sebagai reviewer, menjadi bagian dari editorial board jurnal bereputasi, atau menginisiasi penerbitan jurnal lokal yang berkualitas. Dengan cara ini, ekosistem publikasi yang sehat dapat berkembang dan memberi manfaat luas bagi masyarakat ilmiah.
Baca Juga : Identifikasi Jurnal Predator dalam Dunia Akademik: Karakteristik, Dampak, Strategi Pencegahan, Tantangan Global, dan Peran Akademisi dalam Menjaga Integritas Ilmiah
Kesimpulan
Jurnal predator tanpa editor merupakan fenomena berbahaya yang mengancam integritas dunia akademik. Keberadaannya lahir dari tekanan publikasi, rendahnya literasi akademik, dan berkembangnya teknologi digital yang mempermudah penerbitan. Dampak yang ditimbulkan sangat luas, mulai dari merusak reputasi peneliti hingga menurunkan kualitas ilmu pengetahuan.
Untuk menghadapi masalah ini, peneliti harus mampu mengenali ciri-ciri jurnal predator dan menghindarinya dengan strategi yang tepat. Institusi pendidikan, pemerintah, dan komunitas akademik juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi serta menyediakan panduan jurnal terpercaya.
Pada akhirnya, keberhasilan menjaga kualitas publikasi ilmiah sangat bergantung pada integritas peneliti. Dengan sikap kritis, tanggung jawab etis, dan kerja sama antar lembaga, dunia akademik dapat terlindungi dari ancaman jurnal predator tanpa editor. Hanya dengan cara ini, ilmu pengetahuan dapat terus berkembang secara sehat dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan masyarakat.
Dan jika kamu membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas makalah maupun konsultasi lebih lanjut tentang jasa kerjain tugas kuliah lainnya, maka kerjain.org siap membantu. Hubungi Admin Kerjain.org dan ketahui lebih banyak layanan yang kami tawarkan.