Jurnal predator pertama kali menjadi perhatian akademisi internasional pada awal tahun 2010-an. Istilah ini semakin populer setelah Jeffrey Beall, seorang pustakawan dari University of Colorado, membuat daftar penerbit dan jurnal predator yang dikenal dengan sebutan “Beall’s List.” Beall menekankan bahwa jurnal predator adalah entitas penerbitan yang mengeksploitasi kebutuhan peneliti untuk publikasi dengan mengabaikan standar etika dan mutu ilmiah. Latar belakang kemunculan jurnal predator erat kaitannya dengan tuntutan publikasi sebagai syarat akademik, baik untuk kenaikan jabatan fungsional dosen, kelulusan mahasiswa, maupun persyaratan hibah penelitian.
Fenomena “publish or perish” (publikasikan atau tertinggal) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya jumlah jurnal predator. Banyak peneliti yang terdesak untuk segera menerbitkan artikelnya agar tidak kehilangan peluang akademik maupun karier. Situasi inilah yang dimanfaatkan oleh penerbit predator dengan menawarkan proses publikasi yang cepat, tanpa melalui prosedur peer-review yang sebenarnya. Sayangnya, publikasi yang dihasilkan tidak memiliki kualitas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Selain faktor tuntutan akademik, kemunculan jurnal predator juga didorong oleh peluang bisnis. Penerbit predator memanfaatkan sistem open access (akses terbuka) dengan membebankan biaya penerbitan kepada penulis. Alih-alih mengikuti standar peer-review dan seleksi ketat, mereka justru menerima hampir semua artikel asalkan penulis membayar biaya publikasi. Dengan demikian, bisnis publikasi ini lebih mengutamakan keuntungan finansial dibandingkan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan.
Perkembangan teknologi informasi turut mempercepat penyebaran jurnal predator. Melalui internet, penerbit predator dengan mudah membuat website yang tampak meyakinkan, meluncurkan undangan publikasi melalui email, dan menyasar peneliti dari seluruh dunia. Tanpa pengetahuan yang cukup, banyak peneliti pemula, terutama dari negara berkembang, yang terjebak dalam bujukan tersebut.
Dari latar belakang tersebut, jelas bahwa jurnal predator muncul bukan hanya karena faktor eksternal seperti tuntutan publikasi, melainkan juga karena adanya peluang bisnis di bidang akademik. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk memahami dengan baik apa itu jurnal predator sebelum mengirimkan karyanya.
Baca Juga : Jebakan Jurnal Predator dalam Dunia Akademik: Ciri-Ciri, Dampak, Strategi Pencegahan, dan Peran Peneliti dalam Menjaga Integritas Ilmiah
Ciri-Ciri Jurnal Predator yang Harus Diwaspadai
Salah satu langkah terpenting dalam menghindari jurnal predator adalah mengenali ciri-cirinya. Secara umum, jurnal predator memiliki tampilan profesional di situs web mereka, namun terdapat banyak kejanggalan yang bisa ditemukan jika diperhatikan lebih teliti. Misalnya, penggunaan bahasa yang buruk, informasi yang tidak lengkap, hingga janji publikasi yang tidak masuk akal.
Ciri utama jurnal predator adalah proses review yang sangat cepat, bahkan sering kali hanya dalam hitungan hari. Dalam sistem publikasi ilmiah yang sehat, peer-review membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan karena setiap artikel harus dikaji oleh ahli di bidangnya. Jurnal predator mengabaikan proses ini dan langsung menerima artikel, asalkan penulis bersedia membayar biaya publikasi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak mengutamakan kualitas ilmiah.
Selain itu, jurnal predator biasanya mencantumkan dewan editorial fiktif atau mencantumkan nama akademisi terkenal tanpa izin. Banyak kasus di mana peneliti internasional mendapati namanya tercantum sebagai editor atau reviewer dalam jurnal predator tanpa pernah diminta persetujuan. Tindakan ini tidak hanya menipu penulis, tetapi juga merusak reputasi akademisi yang namanya dicatut.
Jurnal predator juga sering mengirimkan undangan publikasi melalui email massal dengan bahasa yang berlebihan, seperti “undangan eksklusif,” “peluang emas,” atau “penerbitan cepat dengan indeks internasional.” Bagi peneliti yang kurang berpengalaman, tawaran ini mungkin terlihat menarik, padahal sebenarnya hanyalah jebakan.
Ciri lain yang mencolok adalah biaya publikasi yang tinggi tanpa transparansi. Banyak jurnal predator membebankan Article Processing Charge (APC) dalam jumlah besar, bahkan lebih tinggi daripada jurnal internasional bereputasi, tetapi tanpa memberikan layanan peer-review yang memadai. Jika menemukan jurnal dengan pola demikian, sebaiknya penulis lebih berhati-hati.
Dampak Negatif Publikasi di Jurnal Predator
Publikasi di jurnal predator tidak hanya merugikan individu penulis, tetapi juga berdampak luas terhadap institusi dan dunia akademik secara keseluruhan.
Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
- Menurunkan Reputasi Peneliti: Publikasi di jurnal predator membuat reputasi penulis menjadi buruk, karena karyanya dianggap tidak melalui proses akademik yang benar.
- Merugikan Institusi: Jika banyak dosen atau mahasiswa dari suatu kampus menerbitkan artikel di jurnal predator, maka reputasi institusi tersebut akan tercoreng di mata publik dan komunitas ilmiah internasional.
- Menyebarkan Ilmu yang Tidak Terverifikasi: Karena artikel tidak melewati peer-review, informasi yang dipublikasikan bisa saja mengandung kesalahan atau data palsu, sehingga menyesatkan peneliti lain.
- Kerugian Finansial: Penulis yang terjebak harus membayar biaya publikasi yang mahal tanpa mendapatkan manfaat akademik yang sepadan.
- Menghambat Karier Akademik: Banyak lembaga tidak mengakui publikasi di jurnal predator sebagai syarat kenaikan pangkat atau kelulusan, sehingga penulis harus memulai kembali proses publikasi di tempat yang benar.

Strategi Menghindari Jurnal Predator
Agar terhindar dari jebakan jurnal predator, peneliti perlu membekali diri dengan strategi yang tepat.
Beberapa strategi efektif yang bisa diterapkan adalah:
- Memeriksa Indeksasi: Pastikan jurnal terindeks di database bereputasi seperti Scopus, Web of Science, atau DOAJ.
- Mengecek Penerbit: Teliti reputasi penerbit dengan melihat track record dan daftar jurnal yang dikelolanya.
- Memerhatikan Proses Peer-Review: Jurnal yang kredibel biasanya menjelaskan secara detail proses review dan waktu yang dibutuhkan.
- Menghindari Email Spam: Abaikan undangan publikasi dari email massal yang menjanjikan penerbitan cepat.
- Berkonsultasi dengan Senior atau Pustakawan: Sebelum mengirim artikel, sebaiknya meminta saran dari dosen senior atau pustakawan universitas untuk memastikan keabsahan jurnal.
Peran Peneliti dalam Menjaga Integritas Publikasi Ilmiah
Peneliti memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kualitas publikasi ilmiah. Tugas utama seorang peneliti bukan hanya menghasilkan data dan analisis, tetapi juga memastikan bahwa hasil penelitiannya dipublikasikan pada jurnal yang kredibel. Kesadaran ini penting agar ilmu pengetahuan dapat berkembang berdasarkan landasan yang benar, bukan pada artikel-artikel palsu dari jurnal predator.
Selain itu, peneliti juga perlu membangun budaya akademik yang sehat di lingkungannya. Melalui diskusi, seminar, dan forum akademik, peneliti bisa saling berbagi pengalaman tentang cara mengenali jurnal predator. Dengan demikian, risiko peneliti pemula terjebak bisa diminimalisasi. Edukasi tentang publikasi yang benar harus menjadi bagian integral dalam proses pendidikan tinggi.
Lebih jauh lagi, peneliti sebaiknya turut aktif melaporkan jurnal predator yang mencurigakan. Dengan adanya laporan kolektif, komunitas akademik akan semakin waspada dan pihak berwenang dapat mengambil langkah untuk membatasi penyebarannya. Sikap proaktif inilah yang akan memperkuat integritas dunia akademik.
Baca Juga : Perbedaan Jurnal Predator dengan Jurnal Bereputasi: Karakteristik, Dampak, Cara Membedakan, Strategi Menghindari, dan Pentingnya Kesadaran Akademik
Kesimpulan
Jurnal predator merupakan ancaman nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka hadir dengan memanfaatkan kebutuhan publikasi peneliti, namun mengorbankan kualitas, etika, dan integritas akademik. Dengan memahami pengertian jurnal predator, mengenali ciri-cirinya, serta mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan, peneliti dapat lebih berhati-hati dalam memilih tempat publikasi.
Strategi untuk menghindari jurnal predator, seperti memeriksa indeksasi, meneliti penerbit, serta berkonsultasi dengan akademisi berpengalaman, perlu selalu diterapkan. Selain itu, peneliti juga memiliki peran besar dalam menjaga ekosistem publikasi yang sehat melalui edukasi, diskusi, dan sikap proaktif melaporkan jurnal mencurigakan.
Pada akhirnya, publikasi ilmiah bukan hanya tentang jumlah artikel yang diterbitkan, melainkan tentang kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan menghindari jurnal predator, peneliti dapat menjaga integritas akademik, meningkatkan reputasi pribadi maupun institusi, serta memastikan bahwa ilmu pengetahuan berkembang di atas dasar yang kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dan jika kamu membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas makalah maupun konsultasi lebih lanjut tentang jasa kerjain tugas kuliah lainnya, maka kerjain.org siap membantu. Hubungi Admin Kerjain.org dan ketahui lebih banyak layanan yang kami tawarkan.