Fenomena jurnal predator telah menjadi perhatian global dalam dua dekade terakhir. Jurnal predator biasanya menawarkan publikasi cepat dengan biaya tinggi, namun tanpa melalui proses peer review yang ketat. Ciri utama jurnal predator adalah janji terbit singkat, kurangnya transparansi, hingga tidak adanya dewan editor yang jelas. Kondisi ini sangat merugikan dunia akademik karena mengabaikan prinsip dasar ilmiah yaitu objektivitas, validitas, dan integritas.
Banyak peneliti, terutama dari negara berkembang, terjebak dalam praktik jurnal predator. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk meningkatkan jumlah publikasi sebagai syarat kenaikan jabatan akademik, sertifikasi dosen, atau penilaian kinerja penelitian. Ironisnya, alih-alih meningkatkan reputasi, publikasi di jurnal predator justru menimbulkan risiko besar berupa penurunan kredibilitas akademisi dan institusi.
Selain itu, jurnal predator juga merusak ekosistem ilmiah dengan menyebarkan penelitian yang tidak terverifikasi. Publikasi yang seharusnya berfungsi sebagai sarana berbagi ilmu dan inovasi malah menjadi ladang bisnis semata. Tidak sedikit penelitian yang sebenarnya berkualitas menjadi kehilangan nilai karena diterbitkan di jurnal predator. Hal ini tentu membahayakan perkembangan ilmu pengetahuan, terutama jika hasil penelitian digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan publik.
Kehadiran jurnal predator juga mempersulit pembaca maupun peneliti lain dalam memilah literatur. Karena tidak ada sistem penyaringan yang jelas, pembaca bisa saja merujuk penelitian yang tidak valid. Jika kondisi ini dibiarkan, maka dunia akademik akan dipenuhi dengan informasi yang bias, salah, atau bahkan menyesatkan. Dampaknya bukan hanya pada ranah akademik, tetapi juga pada kualitas kebijakan dan inovasi yang lahir dari hasil penelitian.
Oleh sebab itu, pemahaman mendalam tentang jurnal predator sangat penting bagi setiap akademisi. Dengan mengetahui ciri-cirinya, peneliti dapat lebih selektif dalam memilih tempat publikasi. Kesadaran ini harus ditanamkan sejak dini agar para peneliti pemula tidak terjebak hanya karena tergiur publikasi cepat atau tuntutan administrasi akademik.
Baca Juga : Jurnal Predator vs Scopus: Tantangan, Dampak, Strategi, dan Peran Akademisi dalam Menjaga Integritas Publikasi Ilmiah di Era Digital
Peran dan Signifikansi SINTA dalam Publikasi Ilmiah Indonesia
SINTA (Science and Technology Index) merupakan platform nasional yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Tujuan utamanya adalah mengindeks dan memetakan publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh peneliti, dosen, maupun institusi di Indonesia. SINTA tidak hanya menjadi repositori data, tetapi juga indikator penting dalam menilai kualitas riset nasional.
SINTA berperan penting dalam memberikan pengakuan terhadap karya ilmiah. Melalui indeksasi ini, publikasi peneliti dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, SINTA juga menjadi salah satu tolok ukur utama dalam akreditasi jurnal ilmiah di Indonesia. Hal ini membuat keberadaan SINTA sangat strategis karena mampu meningkatkan daya saing riset nasional di tingkat internasional.
Lebih jauh lagi, SINTA membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan riset. Dengan data yang terintegrasi, pemerintah dapat melihat tren penelitian, bidang yang berkembang, hingga kontribusi setiap institusi. Informasi ini penting untuk mengarahkan pendanaan, pembinaan, maupun program pengembangan riset yang lebih tepat sasaran.
Namun, dalam praktiknya, SINTA juga menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah penyalahgunaan sistem oleh oknum akademisi atau penerbit yang ingin meningkatkan skor tanpa memperhatikan kualitas publikasi. Fenomena jurnal predator menjadi salah satu ancaman serius karena bisa saja jurnal-jurnal tersebut mencoba masuk ke dalam indeksasi untuk memperoleh legitimasi formal. Jika hal ini terjadi, maka kualitas publikasi yang terindeks dalam SINTA bisa tercemar.
Oleh karena itu, peran SINTA tidak hanya sekadar sebagai alat ukur, tetapi juga sebagai penjaga integritas publikasi ilmiah di Indonesia. SINTA harus mampu membedakan dengan jelas antara jurnal berkualitas dan jurnal predator agar tidak menimbulkan dampak negatif jangka panjang terhadap reputasi akademisi dan riset nasional.
Dampak Jurnal Predator terhadap Akademisi dan Institusi
Jurnal predator memiliki dampak yang signifikan, baik bagi individu akademisi maupun institusi pendidikan. Dampak ini dapat dipahami melalui beberapa aspek berikut:
Publikasi Tidak Diakui
Banyak jurnal predator yang tidak masuk ke dalam indeksasi bereputasi seperti Scopus, Web of Science, bahkan SINTA. Hal ini menyebabkan karya peneliti tidak diakui secara formal, sehingga merugikan dalam penilaian kinerja maupun jenjang karier.
Reputasi Akademisi Menurun
Akademisi yang sering menerbitkan artikel di jurnal predator dapat kehilangan kredibilitas. Rekan sejawat, institusi, bahkan mahasiswa bisa meragukan kualitas penelitian yang dilakukan.
Kerugian Finansial
Jurnal predator biasanya mematok biaya tinggi. Jika peneliti membayar tanpa memperoleh pengakuan akademik, maka hal ini menjadi kerugian ganda.
Institusi Kehilangan Kepercayaan
Jika banyak dosen atau peneliti dari suatu universitas terlibat dalam publikasi predator, reputasi universitas secara keseluruhan bisa menurun, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Terhambatnya Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Publikasi di jurnal predator tidak melalui peer review yang ketat, sehingga hasil penelitian bisa jadi lemah atau tidak valid. Jika ini menjadi acuan, maka perkembangan ilmu pengetahuan bisa terganggu.

Strategi Mencegah Publikasi di Jurnal Predator
Untuk menghindari jebakan jurnal predator, diperlukan strategi yang jelas dan komprehensif. Beberapa strategi utama antara lain:
Meningkatkan Literasi Publikasi Ilmiah
Setiap peneliti perlu memahami bagaimana cara memilih jurnal yang bereputasi, termasuk mengenali ciri-ciri jurnal predator.
Mengandalkan Database Resmi
Peneliti sebaiknya hanya mengirimkan artikel ke jurnal yang sudah terindeks dalam database resmi seperti SINTA, Scopus, atau Web of Science.
Verifikasi Editorial dan Peer Review
Jurnal bereputasi selalu memiliki dewan editor yang jelas serta proses peer review yang transparan. Peneliti perlu memastikan hal ini sebelum mengirimkan naskah.
Konsultasi dengan Senior atau Institusi
Peneliti pemula sebaiknya berkonsultasi dengan pembimbing, senior, atau lembaga penelitian sebelum memilih jurnal tujuan.
Penguatan Regulasi Pemerintah
Pemerintah melalui Kemendikbudristek perlu memperketat regulasi agar jurnal predator tidak bisa masuk ke dalam indeksasi resmi, termasuk SINTA.
Peran Pemerintah dan Akademisi dalam Menjaga Integritas Publikasi
Menjaga kualitas publikasi ilmiah bukan hanya tugas individu, tetapi juga tanggung jawab bersama. Pemerintah memiliki peran penting dalam membuat regulasi, melakukan evaluasi berkala, serta menindak jurnal predator yang mencoba masuk ke sistem indeksasi. Tanpa regulasi yang tegas, praktik jurnal predator akan sulit diberantas.
Di sisi lain, akademisi juga harus berperan aktif. Setiap dosen, peneliti, dan mahasiswa perlu menanamkan etika publikasi sejak awal. Publikasi tidak seharusnya hanya dilihat sebagai angka atau syarat administratif, tetapi sebagai kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kesadaran ini, kualitas riset Indonesia bisa meningkat secara berkelanjutan.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan komunitas akademik harus terus ditingkatkan. Dengan adanya sinergi, publikasi ilmiah di Indonesia tidak hanya berkualitas, tetapi juga mampu bersaing di tingkat internasional. Hal ini penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan ilmu pengetahuan global.
Baca Juga : Jurnal Predator Merugikan Penulis: Ancaman Bagi Dunia Akademik, Dampak Merugikan Penulis, dan Upaya Menghindarinya dalam Membangun Ekosistem Publikasi Ilmiah yang Kredibel
Kesimpulan
Fenomena jurnal predator dan peran SINTA dalam publikasi ilmiah Indonesia merupakan isu penting yang perlu mendapatkan perhatian serius. Jurnal predator membawa dampak buruk terhadap kredibilitas peneliti, institusi, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sementara itu, SINTA hadir sebagai instrumen strategis untuk menjaga kualitas publikasi dan menilai kinerja riset nasional.
Upaya pencegahan publikasi predator memerlukan strategi yang melibatkan literasi publikasi, penggunaan database resmi, verifikasi jurnal, serta penguatan regulasi. Pemerintah, akademisi, dan institusi pendidikan harus bekerja sama dalam memastikan integritas publikasi ilmiah tetap terjaga.
Dengan kesadaran bersama, Indonesia dapat membangun ekosistem publikasi yang sehat, kredibel, dan berdaya saing global. Publikasi ilmiah bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga bentuk kontribusi nyata bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pembangunan bangsa.
Dan jika kamu membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas makalah maupun konsultasi lebih lanjut tentang jasa kerjain tugas kuliah lainnya, maka kerjain.org siap membantu. Hubungi Admin Kerjain.org dan ketahui lebih banyak layanan yang kami tawarkan.